Saturday, March 31

BBM cuma April Mop..!!







       Hampir semua headline dan tagline berita baik di koran maupun televisi akhir Maret ini sama, yaitu tentang BBM. Bukan Blekberi Mesenjer lho ya, tapi Bahan Bakar Minyak. Emang ada apa sih? Hanya orang gaptek yang masih tanya beginian. Ceritanya Pemerintah berniat mau menaikkan harga BBM, dan lumrahnya masyarakat menolak. Lha iya, siapa sih yang mau bayar mahal. Dan sudah menjadi kebiasaan, saat Pemerintah mulai aneh-aneh pasti rakyat protes.

       Ya kalo protesnya sopan, semisal minta ijin interupsi gitu lanjut kritik dan saran. Tapi gak bakal ada kalo yang protes sebanyak jamaah haji. Itu unjuk rasa namanya, atau bahasa kerennya demo. Demo bukan kependekan dari demokrasi, tapi demonstrasi. Tapi para pelakunya lebih suka disebut aksi. Jadi saat kita lihat mereka demo, sebenarnya mereka sedang beraksi. Dan harusnya namanya bukan unjuk rasa, tapi unjuk gigi.

       Demi demo, kemarin di kampus saya ada satu posko untuk menggalang massa. Kita disuruh tulis nama dan nomor hape, terus disuruh tanda tangan di kain putih raksasa. Dan dengan gaya khas pelaku MLM, mereka membujuk kita untuk ikut aksi. Saya gak ikutan. Saya cuma mampir sebentar lalu menjauh.

       Saya memang tidak suka ikut campur masalah beginian. Selain saya kuper, saya juga tidak suka cara demikian. Mengapa? Saya gak mau dibilang sok tahu. Saya gak suka dibilang banyak minta tanpa ngasih solusi. Dan saya takut dibilang biang rusuh. Karena apa yang saya tonton di teve kemarin ya seperti itu. *saya sok tahu banget ya*

       Mohon maaf kepada para pelaku aksi. Saya yakin kalian pasti akan langsung membenci saya setelah membaca tulisan di atas. Jangan salah, teman saya juga melakukan hal demikian, tapi demo yang sehat tentunya. Saya memang frontal, tapi ingat-ingat apa yang pernah saya katakan jangan digeneralisasikan. Saya yakin gak semua mahasiswa yang demo sebrutal di Ibukota kemarin. Di kota saya juga ada demo, tapi adem ayem aja kok.

       Saya bukan anti-demonstasi. Saya tidak terlalu pro-pemerintah. Saya juga tidak bermaksud melukai hati masyarakat. Di sini saya hanya bersikap netral. Yaitu meluruskan apa yang berlebihan, dan menambahi apa yang kurang. Saat ini saya melihat Pemerintah begitu ditekan habis-habisan. Saya cuma berusaha menempatkan diri saya kepada posisi Pak SBY sendiri, pastilah saya akan sangat prihatin dengan keadaan bangsa ini. Begitu sulitnya mengatur bangsa sebesar ini. *bagi yang nonton pidato SBY barusan pasti paham lah*

       Untung saja, entah memang kita beruntung atau sudah skenario politik, sidang paripurna DPR semalam (30/3) tidak jadi menaikkan harga BBM per 1 April. Jangan seneng dulu. Pemerintah bukan tidak jadi menaikkan, tapi menunda dan menunggu. Tapi kemungkinan apapun yang terjadi, saya melihatnya sama-sama mengejutkan. Jika Pemerintah benar-benar ambil keputusan menaikkan harga BBM, sungguh Indonesia adalah negara yang berani. Berani melawan kehendak rakyat. Namun nyatanya Pemerintah menunda kenaikkan harga BBM, ini juga mengejutkan. April Mop!



Thursday, March 22

Basa-basi







             Indonesia termasuk salah satu negara yang kental akan basa-basinya. Bahkan dalam protap kenegaraan pun banyak sekali basa-basi. Contohnya saja pada upacara bendera hari Senin. Saya sering berdiri di barisan paling depan saat upacara. Bukan karena paling rajin, tapi karena saya dianggap pendek jadi ditempatkan di depan. Oke abaikan itu.

             Kembali ke tadi, menurut saya upacara itu banyak basa-basinya. Tahu gak apa nama petugas upacara yang kerjanya ngomong terus kayak pembawa acara memasak. Ya, protokol upacara, ini dia pelaku utamanya. Karena orang ini gak bisa to the point. “Dimohon kepada pembina upacara agar menaiki podium karena upacara bendera segera dimulai”, begitu katanya. Ada yang salah? Tidak. Hanya saja menurut saya kalimat-kalimat itu gak efektif. Kan bisa seperti ini: “Sekarang, pembina upacara bisa naik podium!”. Karena gak perlu memohon agar pembina upacara naik ke podium, semua orang sudah tahu kalau itu upacara bendera, dan semua orang sadar kalau upacaranya mau dimulai. Tapi tidak sopan memang, makanya hal ini tidak pernah dipakai.

             Basa-basi juga dipakai di sistem ekonomi negara kita. Di pasar ada satu los dengan tulisan: “JUAL MANGGA MANIS”. Semua orang tahu dia berjualan di situ, semua orang bisa melihat dia berjualan mangga, dan semua orang tahu kalau rasa mangga itu manis (kebanyakan sih), jadi menurut saya tulisan itu gak efektif. Lalu ada Ibu muda menghampiri, dan berikut percakapannya.

              “Jual mangga Pak?” << Ya iyalah, gak liat apa tumpukan mangga segede gunung.
              “Iya neng, mau beli? << Klise. Tapi lebih baik dari pada: “Mau ape lo?”.
              “Manis gak Pak?” << Pait mah jamu.
              “Ya manis lah neng, kalo pait mah jamu.” << Nah kan, sudah saya duga.
              “Berapa Pak sekilo?” << Normal lah.
              “Lapan rebu neng,” << Sambil senyum manis biar gak ditawar.
              “Yah mahal amat Pak,” << Mulai ngasih kode buat nawar.
              “Ya udah neng, Lima rebu aja,” << Sadar diri.
              “Jadi kalo 4 kilo dua puluh ya Pak?” << Langsung borong, mumpung murah.
              “Kok tahu?” << Ha? Apaan?
              “Pak, saya mau beli mangga, bukan mau ngegombal,” << No-ko-men-deh.

             Kesimpulannya, setelah melalui basa-basi sedemikian rupa, harga mangga didapatkan sebesar lima ribu rupiah sekilo. Basa-basi di pasar gak cuma urusan jual-beli mangga, dan basa-basi beginian gak cuma ada di pasar.

             Basa-basi memang sudah mengakar pada budaya kita. Hampir semua unggah-ungguh dan tata krama disisipi basa-basi. Contohnya saat kita mau makan. Sudah siap piring di tangan dengan lauk ala kadarnya, biasanya sih ayam atau rendang. Pas ada orang lain yang gak makan, kita akan basa-basi dengan menawarkan makanan lalu minta izin makan, entah cuma pura-pura atau memang rela. Dan selalunya lawan bicara akan mempersilahkan tanpa sedikit pun mengharap makanan tadi (kecuali orang itu celamitan). Tapi hal ini tidak berlaku dan tidak umum dilakukan di warung makan Padang, warteg, dan restoran franchise. “Makan Pak? Mari.”, lalu, “Goblok, ini rumah makan, ya pastilah saya mau makan”.

             Jujur saya tidak suka basa-basi demikian, khususnya insiden rumah makan tadi. Kenapa? Karena hal ini cuma formalitas. Tidak ada esensi apa-apa setelah itu. Apa iya orang yang kita basa-basi-ni tadi akan mengenang momen saat kita mem-basa-basi-ni dia. Paling-paling cuma predikat sopan-santun yang kita dapat. Dan semoga saja sopan-santun itu tidak sekedar basa-basi. Lalu apakah saya orang yang asal jeplak dan terlalu to the point? Tidak juga. Untuk beberapa kasus saya tidak menyebutnya sebagai basa-basi, saya menyebutnya sebagai introduksi.
http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html