Saturday, August 18

Lebaran









Di ujung suatu bulan, suka cita sangat kentara
Bersimpuh tiada peluh, bahagia di dalam dada
Terlukis senyum, alis dan mata yang bercahaya
Berjalan menjemput takbir, berdiri menyambut pahala






       Siapa yang masih ingat penggalan lagu di atas? Hayo diinget-inget! Bohong banget kalau bilang masih ingat. Itu lagu bukan milik siapa-siapa, malahan itu bukan lagu, itu murni karangan saya. Hahaha. Kalau disimak secara sekilas memang tak ada, tapi secara tersurat pasti semua orang paham kalau tulisan itu menggambarkan suka cita menyambut, menjalani, dan mengalami hari raya. Hari raya apa? Hari raya 17 Agustus. Ya hari raya lebaran lah. Tapi memang kebetulan dua hari besar ini terjadi berdekatan tanggal, dan hal ini memberi keistimewaan, jadi mari kita merayakan keduanya.
       Maka bisa dikatakan bulan ini ada dua kemenangan, pertama kemenangan Republik Indonesia hingga merdeka, dan kedua kemenangan umat Islam dari segala gemblengan selama puasa. Dan momen ini istimewa karena 67 tahun lalu Republik Indonesia juga memproklamirkan kemerdekaan tepat di bulan ini, Ramadhan dan Agustus. Jadi dulu para founding fathers kita puasa saat bilang merdeka, dan kita pun puasa saat memperingatinya. Tapi kebanyakan kita lupa semangat merdeka dengan alasan puasa. Pilih mau jadi warga negara, atau warganya Allah? Tapi memang lebih bagus dan harus ya jadi warga negaranya Allah. Hehehe.
       Oke cukup ngomong manisnya, sekarang saya ingin menyentil sedikit. Karena kita sudah sampai di finish, sekarang mari kita flashback sebentar. Iya atau tidak, kalau saya bilang bahwa maksiat hanya dilarang saat bulan Ramadhan? Jadi dapat dikatakan setelah lepas dari Ramadhan maksiat diperbolehkan. Begitu? Dalam hal ini bukan konteks tentang MUI, tapi tentang sikap kita semua. Lihat saja, tempat hiburan malam cuma ditutup kalau pas puasa. Setelah puasa, bebas. Ini orang-orangnya pada munafik apa. Pas puasa ikut puasa, tapi di bulan lain mabok ikut mabok. Ya nggak tau juga ding kalau pas puasa orang-orang itu tetep mabok, bukan ke diskotek tapi ke bawah jembatan pakai terpentin dicampur manisan.
       Fenomena lain? Cewek-cewek mendadak sopan dan pakai jilbab, tapi kembali telanjang kalau puasa habis. Tengok itu televisi! Presenter-presenternya sopan bener pakai baju muslim, ada yang pakai kerudung, kalau buka acara pakai salam. Tapi tengok bentar lagi, pasti balik dah pakai yang mini-mini yang keteknya keliatan, yang udah tau pakai rok mini eh duduknya nyilang. Atau pakai kaos kayak vakum bungkus buah, ketat banget. Eh tapi itu kaos emang buat bungkus ‘buah’ ding. #Plakkk

       Jadi kalau begini keadaannya, sama artinya bulan puasa dianggap bulan yang penuh kekangan, banyak aturan, dan membatasi. Lho bukannya itu memang tujuan puasa? Mengekang, setan-setan dipasung artinya hawa nafsu harus kita ikat kuat. Banyak aturan, ya iya dong, gak boleh makan, minum, bersetubuh, dari sunrise sampai sunset. Membatasi, gak cuma puasa, yang namanya syariat itu dibuat untuk membatasi, dan di mana-mana suatu batas dibuat pasti tujuannya baik. Ada batas kecepatan, batas jalan, batas jembatan, batas kesabaran, wong rumah aja kita batasi kok. Harusnya puasa justru kita anggap sebagai kuliah, setelah sebulan kita menjalani praktekkan dong di sebelas bulan lain.
       Kesimpulannya? Mengambil momentum kemerdekaan Indonesia, ingat bahwa merdeka adalah terbebas atas suatu kondisi, bukan bebas sebebas-bebasnya. Jadi setelah lewat Ramadhan itu bukan berarti kita bebas melakukan hal-hal sesuka kita, dosa dikit gak papa lah, dengan harapan bisa ketemu Ramadhan tahun depan. You wish, siapa yang jamin kita bakal ketemu Ramadhan lagi. Justru harusnya bertepatan dengan kemerdekaan Indonesia ini kita harus memerdekakan diri juga. Merdeka dari setan-setan, merdeka dari pengaruh buruk. Merdeka! Setuju?



Saturday, July 14

Hari Lahir









Telah tercatat di kitab kejadian, segala sesuatu
Apapun tentangmu, tentang lahirmu
Tak ada yang membedakan kecuali di mana, bagaimana, dan masa
Bagaimana Ibumu memberitahukanmu perihal itu semua
Lalu kauingat-ingat betul, kaucatat, sebagai sesuatu yang istimewa

Demi bumi yang berotasi
Demi bulan yang mengitari
Demi matahari yang berevolusi
Tertanda Tuhan yang mengatur segala sesuatu beserta isi
Yang mengantarkan perputaran waktu hari demi hari

Hingga tiba pada suatu hari yang telah kautandai
Hari yang kaubilang hari istimewa, menurutmu
Tanggal tertentu yang katanya hari kelahiranmu, bertahun-tahun silam
Lalu teman-temanmu, entah apakah kau yang telah memberi tahu
Datang silih berganti dalam harimu, mengucap beribu selamat dan salam

Sempat kau terlena dalam euforia, hanya sesaat, lalu sesuatu membisikimu
Bahwa ibarat kayu bakar, mungkin apimu sedang membesar kali ini
Dan besok pun bisa semakin besar, dan dapat lebih besar
Namun kodratnya yang akan semakin rapuh dan menjadi arang atau abu
Bahkan seperti tak punya kendali, apimu dapat padam sewaktu-waktu

Sekarang semoga kau lebih tahu
Semakin jauh usiamu, semakin dekat dengan tempat kembalimu
Bersyukurlah hal itu belum menjemputmu, syukurilah betul
Dan kau telah diberi kesempatan untuk berbuat baik lebih banyak lagi
Ingat-ingat itu di setiap hari, hingga kau mengulanginya lagi

Sunday, April 15

Diuji di Bulan April







       Bulan ini bulan galau. Bukan bulan musim PHK cinta, tapi di bulan ini segala ujian akan menghampiri. Ujian dalam arti sesungguhnya. Mulai besok Senin, 16 April, jenjang pendidikan setingkat SMA sudah mulai duluan, seminggu kemudian SMP, nah baru SD, tapi gak berlaku buat TK, PAUD, apalagi TPA.
       Ujian Nasional disingkat UN, tapi ada yang nyebut UAN singkatan dari Ujian Akhir Nasional. Malah ada juga yang nyingkat UNAS. Dari dulu memang nama untuk ujian ini gak konsisten. Pernah pake EBTANAS, kalo gak salah singkatan dari Evaluasi Belajar Tahap Nasional, pernah juga EBTA doang, Evaluasi Belajar Tingkat (atau Tahap) Akhir. Sekarang jadi UN untuk Ujian Nasional, ada juga yang mengartikan Ujian Negara. Terus UAN untuk singkatan Ujian Akhir Nasional. Dan yang paling diharapkan adalah UANG, yaitu Ujian Akhir Nasional Gratis.
       Tapi apapun sebutannya, yang namanya ujian ya sama saja. Hal yang menakutkan bagi yang takut, dan hal yang menyeramkan bagi yang seram (?). Tapi kalo sudah menjalani, kalian bisa cerita sekarang kalo ujian itu sebenarnya gampang* (* > kondisional). Jadi bisa saya ibaratkan UN itu seperti sunat. Awalnya takut, serem, ngeri, tapi pas dilakukan gak terasa apa-apa, justru seneng pada akhirnya. Tapi ya tidak semua UN segampang ini, sama seperti tidak semua sunat itu tidak menyakitkan. Itu semua tergantung dari kondisi dan situasi.
       Oke karena saya pernah menjalani UN dan kebetulan saya pernah sunat, maka saya bisa cerita. Saya akan cerita tentang detik-detik Ujuan Nasional di masa saya silam. Apa yang saya ceritakan adalah murni dari pandangan pribadi saya, dan apa yang saya alami adalah murni dari lingkungan belajar saya. Bisa saja hal ini dikaitkan dengan sekolah saya, namun tampaknya tidak etis jika hal ini dilakukan.
       Sekolah yang baik pasti akan membekali muridnya dengan pengayaan materi sebelum UN. Biasanya dilakukan program jam tambahan dan jam ke-nol. Jadi murid harus berangkat satu jam pelajaran lebih pagi, dan pulang lebih siang. Tapi kalo boleh saya katakan, sebenernya jam tambahan ini gak melulu diisi dengan materi UN. Tapi sebagian juga diisi oleh guyon, motivasi, dan wejangan. Tapi itu tergantung gurunya ding. Poin pertama, hampir semua guru bilang, khususnya wali kelas, yaitu agar mbok ya yang merasa pintar membantu yang kesulitan. Ini kode, yaitu kita direstui untuk melakukan kerja tim dalam ujian walaupun protokol dan caranya tidak disebutkan.
       Poin kedua, pihak sekolah menegaskan bahwa pengawas ujian tidak diperkenankan berjalan-jalan saat ujian berlangsung, kecuali ada keperluan lain seperti mengedarkan soal dan daftar hadir. Jika pengawas melanggar, maka murid boleh melaporkannya kepada pihak sekolah saat itu juga. Tidak hanya itu, pengawas yang dinilai terlalu ketat dan bertindak menyeramkan juga boleh diadukan. Ini kode, bahwa pihak sekolah melindungi kenyamanan kita.
       Poin ketiga, saat ujian saya gak nyangka bisa seperti ini. Pengawasnya baik-baik, gak jalan-jalan, gak lirak-lirik, gak batuk-batuk, malah ada yang guyon. Mungkin Dinas Pendidikan telah melakukan briefing kepada semua panitia ujian agar melonggarkan pengawasan pada saat ujian. Gak ada yang salah, ini manusiawi.
       Poin keempat, walaupun sangat tidak diperkenankan membawa ponsel tapi sebagian teman saya berhasil membawa benda ini masuk. Sama sekali gak ada upaya preventif, wong HP dikantongin aja bisa masuk. Dan apa hasilnya, kurang lebih setengah jam setelah masuk kunci jawaban telah terdistribusi ke semua peserta ujian, gak semua ding. Saya rasa pengawas tahu namun mereka diam, mengenai hal ini mungkin bisa kembali ke poin tiga.
       Poin kelima, mengenai sumber kunci jawaban. Beruntunglah kamu jika punya temen bintang kelas namun sedikit bandel, atau berani demi persahabatan. Beruntunglah kamu jika punya temen dengan pertemanan yang luas mencakup sekolah-sekolah lain. Dan beruntunglah kamu jika punya temen yang dekat dengan tentor-tentor bimbel. Loh emang bisa? Kan gak boleh bawa HP? Hal ini bisa saja jika poin ketiga dan keempat terpenuhi. Dulu, isu yang rame soal ini adalah bahwa sinyal provider ini provider itu akan diacak, makanya harus pake provider yang ini atau provider yang itu. Hahahaha ini cuma isu.
       Poin keenam, jika poin ketiga terpenuhi maka kamu bisa tengak-tengok. Jangan asal nengok, pastikan paket soal sama. Bahkan dulu saya gak cuma tengak-tengok, sahabat yang duduk di seberang kanan saya menuliskan jawaban gede-gede pada lembar belakang soal dan diarahkan ke saya. Ah gak nyangka ujian segampang ini. Jujur saya lebih suka melakukan hal ini. Saya gak bawa HP, saya gak bawa contekan. Saya lebih percaya spontanitas saya dalam tengak-tengok.
       Wah wah wah. Kenapa? Curang ya? Hahahaha. Saya akui ini memang curang. Tapi saya ingin bertanya, siapa yang telah kami curangi? Wong semua melakukan ini kok. Saya hanya kasian sama peserta ujian yang jujur. Pengalaman, teman saya yang jujur nilainya lebih rendah dibanding nilai kami yang curang rame-rame. Mungkin orang seperti ini yang kami curangi. Tapi maaf, logika pertemanan bilang, jika kamu bisa namun tidak membantu yang tidak bisa, maka kamu telah curang dengan hanya mementingkan dirimu sendiri. Maaf.
       Jujur, saya tiga kali try out kota tidak pernah lulus. Saya gak sendiri, sebagian besar tidak lulus. Sekolah ketar-ketir. Dan gak hanya sekolah saya, sekolah lain juga. Makanya dibuatlah kesepakatan, jadi ujian waktu itu digampang-gampangin. Dan hasilnya cukup memuaskan. Walau nilai ujian saya bagus, saya katakan bahwa hal ini tidak mungkin dicapai jika saya tidak punya teman-teman yang hebat, pengawas-pengawas yang baik, dan sekolah yang berani.

Saturday, March 31

BBM cuma April Mop..!!







       Hampir semua headline dan tagline berita baik di koran maupun televisi akhir Maret ini sama, yaitu tentang BBM. Bukan Blekberi Mesenjer lho ya, tapi Bahan Bakar Minyak. Emang ada apa sih? Hanya orang gaptek yang masih tanya beginian. Ceritanya Pemerintah berniat mau menaikkan harga BBM, dan lumrahnya masyarakat menolak. Lha iya, siapa sih yang mau bayar mahal. Dan sudah menjadi kebiasaan, saat Pemerintah mulai aneh-aneh pasti rakyat protes.

       Ya kalo protesnya sopan, semisal minta ijin interupsi gitu lanjut kritik dan saran. Tapi gak bakal ada kalo yang protes sebanyak jamaah haji. Itu unjuk rasa namanya, atau bahasa kerennya demo. Demo bukan kependekan dari demokrasi, tapi demonstrasi. Tapi para pelakunya lebih suka disebut aksi. Jadi saat kita lihat mereka demo, sebenarnya mereka sedang beraksi. Dan harusnya namanya bukan unjuk rasa, tapi unjuk gigi.

       Demi demo, kemarin di kampus saya ada satu posko untuk menggalang massa. Kita disuruh tulis nama dan nomor hape, terus disuruh tanda tangan di kain putih raksasa. Dan dengan gaya khas pelaku MLM, mereka membujuk kita untuk ikut aksi. Saya gak ikutan. Saya cuma mampir sebentar lalu menjauh.

       Saya memang tidak suka ikut campur masalah beginian. Selain saya kuper, saya juga tidak suka cara demikian. Mengapa? Saya gak mau dibilang sok tahu. Saya gak suka dibilang banyak minta tanpa ngasih solusi. Dan saya takut dibilang biang rusuh. Karena apa yang saya tonton di teve kemarin ya seperti itu. *saya sok tahu banget ya*

       Mohon maaf kepada para pelaku aksi. Saya yakin kalian pasti akan langsung membenci saya setelah membaca tulisan di atas. Jangan salah, teman saya juga melakukan hal demikian, tapi demo yang sehat tentunya. Saya memang frontal, tapi ingat-ingat apa yang pernah saya katakan jangan digeneralisasikan. Saya yakin gak semua mahasiswa yang demo sebrutal di Ibukota kemarin. Di kota saya juga ada demo, tapi adem ayem aja kok.

       Saya bukan anti-demonstasi. Saya tidak terlalu pro-pemerintah. Saya juga tidak bermaksud melukai hati masyarakat. Di sini saya hanya bersikap netral. Yaitu meluruskan apa yang berlebihan, dan menambahi apa yang kurang. Saat ini saya melihat Pemerintah begitu ditekan habis-habisan. Saya cuma berusaha menempatkan diri saya kepada posisi Pak SBY sendiri, pastilah saya akan sangat prihatin dengan keadaan bangsa ini. Begitu sulitnya mengatur bangsa sebesar ini. *bagi yang nonton pidato SBY barusan pasti paham lah*

       Untung saja, entah memang kita beruntung atau sudah skenario politik, sidang paripurna DPR semalam (30/3) tidak jadi menaikkan harga BBM per 1 April. Jangan seneng dulu. Pemerintah bukan tidak jadi menaikkan, tapi menunda dan menunggu. Tapi kemungkinan apapun yang terjadi, saya melihatnya sama-sama mengejutkan. Jika Pemerintah benar-benar ambil keputusan menaikkan harga BBM, sungguh Indonesia adalah negara yang berani. Berani melawan kehendak rakyat. Namun nyatanya Pemerintah menunda kenaikkan harga BBM, ini juga mengejutkan. April Mop!



Thursday, March 22

Basa-basi







             Indonesia termasuk salah satu negara yang kental akan basa-basinya. Bahkan dalam protap kenegaraan pun banyak sekali basa-basi. Contohnya saja pada upacara bendera hari Senin. Saya sering berdiri di barisan paling depan saat upacara. Bukan karena paling rajin, tapi karena saya dianggap pendek jadi ditempatkan di depan. Oke abaikan itu.

             Kembali ke tadi, menurut saya upacara itu banyak basa-basinya. Tahu gak apa nama petugas upacara yang kerjanya ngomong terus kayak pembawa acara memasak. Ya, protokol upacara, ini dia pelaku utamanya. Karena orang ini gak bisa to the point. “Dimohon kepada pembina upacara agar menaiki podium karena upacara bendera segera dimulai”, begitu katanya. Ada yang salah? Tidak. Hanya saja menurut saya kalimat-kalimat itu gak efektif. Kan bisa seperti ini: “Sekarang, pembina upacara bisa naik podium!”. Karena gak perlu memohon agar pembina upacara naik ke podium, semua orang sudah tahu kalau itu upacara bendera, dan semua orang sadar kalau upacaranya mau dimulai. Tapi tidak sopan memang, makanya hal ini tidak pernah dipakai.

             Basa-basi juga dipakai di sistem ekonomi negara kita. Di pasar ada satu los dengan tulisan: “JUAL MANGGA MANIS”. Semua orang tahu dia berjualan di situ, semua orang bisa melihat dia berjualan mangga, dan semua orang tahu kalau rasa mangga itu manis (kebanyakan sih), jadi menurut saya tulisan itu gak efektif. Lalu ada Ibu muda menghampiri, dan berikut percakapannya.

              “Jual mangga Pak?” << Ya iyalah, gak liat apa tumpukan mangga segede gunung.
              “Iya neng, mau beli? << Klise. Tapi lebih baik dari pada: “Mau ape lo?”.
              “Manis gak Pak?” << Pait mah jamu.
              “Ya manis lah neng, kalo pait mah jamu.” << Nah kan, sudah saya duga.
              “Berapa Pak sekilo?” << Normal lah.
              “Lapan rebu neng,” << Sambil senyum manis biar gak ditawar.
              “Yah mahal amat Pak,” << Mulai ngasih kode buat nawar.
              “Ya udah neng, Lima rebu aja,” << Sadar diri.
              “Jadi kalo 4 kilo dua puluh ya Pak?” << Langsung borong, mumpung murah.
              “Kok tahu?” << Ha? Apaan?
              “Pak, saya mau beli mangga, bukan mau ngegombal,” << No-ko-men-deh.

             Kesimpulannya, setelah melalui basa-basi sedemikian rupa, harga mangga didapatkan sebesar lima ribu rupiah sekilo. Basa-basi di pasar gak cuma urusan jual-beli mangga, dan basa-basi beginian gak cuma ada di pasar.

             Basa-basi memang sudah mengakar pada budaya kita. Hampir semua unggah-ungguh dan tata krama disisipi basa-basi. Contohnya saat kita mau makan. Sudah siap piring di tangan dengan lauk ala kadarnya, biasanya sih ayam atau rendang. Pas ada orang lain yang gak makan, kita akan basa-basi dengan menawarkan makanan lalu minta izin makan, entah cuma pura-pura atau memang rela. Dan selalunya lawan bicara akan mempersilahkan tanpa sedikit pun mengharap makanan tadi (kecuali orang itu celamitan). Tapi hal ini tidak berlaku dan tidak umum dilakukan di warung makan Padang, warteg, dan restoran franchise. “Makan Pak? Mari.”, lalu, “Goblok, ini rumah makan, ya pastilah saya mau makan”.

             Jujur saya tidak suka basa-basi demikian, khususnya insiden rumah makan tadi. Kenapa? Karena hal ini cuma formalitas. Tidak ada esensi apa-apa setelah itu. Apa iya orang yang kita basa-basi-ni tadi akan mengenang momen saat kita mem-basa-basi-ni dia. Paling-paling cuma predikat sopan-santun yang kita dapat. Dan semoga saja sopan-santun itu tidak sekedar basa-basi. Lalu apakah saya orang yang asal jeplak dan terlalu to the point? Tidak juga. Untuk beberapa kasus saya tidak menyebutnya sebagai basa-basi, saya menyebutnya sebagai introduksi.

Monday, February 13

Valentine, Sayang







           Brakkkkk. Anne membanting kencang tasnya ke atas meja. Dengan wajah bersungut-sungut, memandangi bergantian kedua wajah yang tampak marah serupa dengannya. Bersitegang. Bersamaan dengan deru mobil dan klakson yang berkali-kali dari luar rumah, Anne menyambar tasnya dan berlalu keluar meninggalkan orang tuanya – yang tampak menyebalkan malam itu, tanpa salam, tanpa senyum.
           Di dalam mobil Anne diam. Sejenak ia lupa akan sosok pria di balik kemudi, Ezra. Dan baru sejurus kemudian ia menumpahkan kekesalannya dengan mengomel tiada hentinya.
            “Seperti tak pernah muda saja. Ini gak boleh itu gak boleh. Katanya semua demi kebaikanku. Kebaikanku? Bullshit. Aku yang paling tahu tentang apa yang baik bagiku. Mentang-mentang orang tua mereka bisa mengaturku seperti anak kecil. Hei! Umurku sembilan belas tahun. Aku bukan anak bayimu lagi, ah!” cerocos Anne.
            “Ada apa sih, ketemu aku bukannya seneng malah marah-marah?” tanya Ezra.
            “Calon mertuamu. Hampir saja aku tak boleh keluar malam ini,” jawab Anne.
            “Calon mertua? Kapan kita bilang kita akan menikah. Hahahaha,” timpal Ezra.
           Sejenak hening. Anne masih terdiam.
            “Ayolah sayang. Kan yang penting sekarang kamu sudah bersama aku. Kita bisa bersenang-senang. Lupakan orang tuamu sebentar saja demi kita malam ini!” bujuk Ezra.
           Senyum mulai mengembang di bibir manis Anne. Ia genggam tangan Ezra yang sedari tadi bertumpu di atas pahanya. Kini Anne tak lagi hanya memandang kosong ke depan. Ia telah sadar akan keadaan kota malam ini. Malam yang begitu ramai, lebih ramai dari malam Minggu.
           Terang saja, hari ini adalah bulan Februari hari ke-empat belas. Ya, 14 Februari. Hari raya Valentine, hari yang katanya adalah hari kasih sayang. Mudah sekali menemukan sepasang kekasih di malam ini. Di jalan-jalan, hilir mudik kendaraan dengan manusia yang berpasang-pasang. Di pinggir-pinggir jalan, manusia bergandengan berjalan berpasang-pasang. Sampai di sudut-sudut taman, tempat hiburan, café, hingga warung biasa pun tampak gerombolan manusia berpasang-pasang. Cinta ditumpahkan semalam ini.
           Di meja bundar, satu dari sekian banyak meja di ruangan itu, Anne dan Ezra duduk berhadapan. Lilin-lilin merah muda di tengah meja menyala menambahkan cahaya lampu di ruangan yang temaram. Iringan jazz dan bossa nova yang sayup-sayup namun terdengar merdu menemani candle light dinner di hari Valentine. Anne dan Ezra, satu dari sekian banyak pasangan di ruangan itu berlomba-lomba memadu kasih, menjadi yang paling romantis.
            “Oh ya, aku punya kado untukmu,” seru Anne mengawali obrolan.
            “Tutup matamu!” imbuhnya kemudian.
           Anne mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan menaruh benda itu ke dalam genggaman Ezra. Kotak kecil hitam berpita merah, yang masih tampak rapi meski Anne sempat membantingnya bersama tasnya tadi.
            “Apa ini?” spontan Ezra bertanya.
            “Buka saja!” balas Anne dengan sesimpul senyum dan berharap Ezra akan suka dengan hadiahnya.
            “Wah jam tangan. Terima kasih sayang. Bagus banget!” tampak Ezra begitu senang dengan kadonya, dan Anne jauh lebih senang.
            “Aku senang kamu suka,” aku Anne.
            “Aku juga punya kado untukmu, gantian kamu tutup mata!” sergah Ezra.
           Beringsut Ezra bangkit dari tempat duduknya dan mendekati Anne. Didekatinya wajah Anne, dan sebuah ciuman mendarat di pipi Anne. Anne pelan-pelan membuka matanya dan Ezra telah kembali duduk di depannya. Tampak wajah Anne merah karena rona malu, senang, dan sedikit kecewa. Kecewa karena kado yang Ezra maksud hanya sebuah kecupan, tak sebanding dengan jam tangan mahal itu.
            “E, apa?” tanya Anne kebingungan karena Ezra terus saja menatapnya sambil tersenyum seolah menyimpan kejutan lain. Benar saja, dari kantong Ezra mengeluarkan sesuatu. Dua batang coklat. Ah, kado yang lazim pada hari Valentine, batin Anne.
            “Coklat? Buat aku?” kata Anne dengan ekpresi senang yang sebenarnya ia paksakan.
            “Iya,” jawab Ezra.
            “Tapi kenapa dua?” tanya Anne.
            “Tadinya hanya satu. Tapi kupikir satu coklat tak akan mampu mengalahkan manismu. Tapi ternyata dua batang coklat pun masih tak mampu menandingi manisnya wajahmu,” gombal Ezra.
            “Ah kamu mah gombal,” timpal Anne.
           Sudah lama Ezra dan Anne duduk di tempat itu. Tak terhitung berapa kata-kata manis yang terucap dari mulut Ezra, dan tak terhitung pula berapa kali Anne tersenyum karenanya. Meski ini adalah malam Valentine pertama bagi mereka, namun ini bukan yang pertama bagi Ezra, begitu juga dengan Anne. Setidaknya setiap tahun kebanyakan pasangan melewati malam Valentine dengan pasangan yang berbeda.
           Malam beranjak larut. Satu per satu meja telah ditinggalkan pemiliknya. Ada satu pasangan di meja paling ujung, yang tampaknya masih menikmati suasana redup dengan bercumbu. Biasanya setelah makan malam, muda-mudi akan duduk-duduk di alun-alun dan pusat-pusat kota. Duduk dan berkumpul seperti kala menikmati malam pergantian tahun, hanya saja malam Valentine tak ada kembang api.
            “Mau ke mana kita, sayang?” tanya Ezra dari balik kemudi.
            “Terserah. Yang penting aku belum mau pulang,” jawab Anne.
            “Ya sudah, kita keliling-keliling dulu,” balas Ezra.
           Meski sekarang telah lebih dari tengah malam, namun jalanan masih tampak ramai. Mobil-mobil masih tampak terparkir di tepi jalan, apalagi sepeda motor. Terparkir di luar café-café, restoran, hiburan malam, hingga tempat karaoke sekelas rakyat yang memasang wanita kampungan berpakaian seksi di lobi-lobinya.
           Tiba-tiba mobil berhenti. Anne melongok keluar memandangi bangunan besar yang tepat berada di samping mobil berhenti. Anne membaca papan besar nama bangunan itu, dan kemudian dengan cepat melemparkan pandangan tak percaya ke arah Ezra.
            “Karena aku cinta kamu sayang,” kata Ezra manis.
            “Tapi aku belum siap,” balas Anne lirih.
            “Tapi sayang, ini Valentine. Ini Valentine!” seru Ezra.




*****

Saturday, January 28

Pa-ca-ran






               Eh eh udah pada tau kan kalo saya ini single? Hah? Gak percaya? Baca di sini! Terus? Terus saya mau kasih tau sesuatu. Bahwa saya masih tetap on the track, saya masih di jalur saya, bukan jomblo tapi single. Hah? Gak percaya? Ulangi baca dari atas deh! Ya, saya single. Kalo di postingan sebelumnya saya mengatakan bahwa single itu prinsip, di sini saya mengakui bahwa itu adalah nasib. Ya, nasib saya karena memiliki prinsip seperti itu.
               Kehidupan asmara saya biasa saja, tapi bukan berarti saya begitu menyedihkan. Tidak, tidak sama sekali. Yang menyedihkan adalah macam-macam pikiran orang-orang terhadap saya. Ada yang bilang saya payah, saya kuper, saya freak, bahkan yang paling kejam adalah orang menyebut saya homo. WHAT THE EARTH, kalian kejam. Bahkan tante seksi depan rumah bertanya ke Ibu saya, apa saya doyan perempuan apa enggak. Meh, pertanyaan macam apa itu?



Ilustrasi tante seksi.


               Jadi, kenapa saya tidak pacaran saja? Nah pertanyaan seperti inilah yang sulit dijelaskan secara gamblang. Kalo saya jawabnya: “Males ah”, pasti akan ada banyak spekulasi di masyarakat. Sebagian men-judge saya sok, sebagian lagi mengira saya homo. Maka dari itu, untuk menjawab pertanyaan tadi, diperlukan sebuah jawaban diplomatis sesuai dengan prinsip saya.
               Pertama saya akan balik bertanya: “Apa sih pacaran itu?”. Hayo apa pacaran itu? Apakah pacaran itu artinya cowok cewek jajan bareng, cowok nyilet nama cewek di tangannya, cewek nulis nama cowok di toilet, cowok cewek boleh pegangan tangan, cowok cewek boleh ciuman, cewek boleh nyuruh-nyuruh cowok, cowok boleh mainin cewek, jadi sebenarnya apa pacaran itu? Pacaran adalah penjajakan menuju jenjang pernikahan. Nah ini benar. Tapi apa ini alasan muda-mudi kita pacaran? Tidak. Lagipula apa orang-orang itu yakin pacar mereka sekarang adalah yang akan jadi suami atau istri mereka nanti?
               Definisi saya, diambil dari pandangan umum, bahwa pacaran adalah suatu keterikatan hubungan yang secara tidak langsung memaksa satu pihak untuk menyerahkan sebagian haknya kepada pihak satunya dan juga usaha untuk melegalisasi perbuatan-perbuatan yang sebelumnya tidak diperbolehkan. Huh panjang bener, harus masuk ensiklopedi nih. Tapi setuju gak dengan pendapat saya? Atau malah justru pusing?
               Ya, pacaran sama saja menyerahkan sebagian hak kepada pacar. Khusus cowok nih, yang tadinya kamu berhak ngobrol sama siapa saja, eh pas pacaran kamu gak boleh deket-deket sama si ini si anu si ita si itu. Yang tadinya kamu boleh bangun dan tidur kapan saja, eh pas pacaran kamu harus bangun pagi-pagi buat nyapa doi atau nganterin doi sekolah, ke pasar, ke empang buat berak, ke kali buat nyuci, juga harus tidur paling akhir buat ngelayanin SMS doi, karena cewek gak terima alasan kita pas kita ketiduran dan gak bales SMS doi. Dan kalo sialnya pacar kita posesif dan egois banget, doi bakal merampas semua hak kasih sayang kita, kita gak boleh sayang ke lain makhluk kecuali doi.
               Dan lagi, pacaran seolah membolehkan perbuatan-perbuatan yang sebelumnya gak boleh dilakuin. Pertama pegang tangan. Coba sebelum pacaran kamu pegang tangan doi, kalo gak lagi lebaran pasti kamu bakal dikira kurang ajar. Tapi kalo pegang tangan pas pacaran, beuh romantis katanya. Kedua ciuman. Coba sebelum pacaran kamu cium doi, kalo doi gak kamu guna-guna pasti tinju doi nempel ke muka. Tapi kalo ciuman pas pacaran, beuh tanda sayang katanya. Ketiga seks. Ini yang sangat ironis dan naudzubillah amoral. Atas nama cinta dan sayang, dua makhluk non-marital sok-sokan jadi suami istri, ke hutan aja gih!
               Semoga gak tersinggung ya sama pernyataan saya di atas. Dan jika tersinggung, mohon instropeksinya ya. Tapi betul gak kalo pacaran di kamus generasi muda kita seperti itu? Gak, gak semua seperti itu. Kan sudah saya bilang di awal, saya bilang begitu karena mengambil dari sudut pandang umum. Tentu saja semuanya tidak bisa digeneralisasi. Masih banyak kok pacaran yang sehat. Ya, saya mengakui pacaran sehat, tapi saya gak yakin jumlahnya masih ada banyak. Dan yang terakhir inilah track saya, pacaran sehat. Tapi sulit mencari pasangan yang sehat jaman sekarang. Oh ya, barusan saya pulang dari midodareni temen SD. Temen saya ngegodain saya: “Kapan nyusul?”. Nha teman satunya bilang: “Ah dari wajah-wajahnya sih masih jauh, kayak gak mikir-mikir gituan”. Entah ya perasaannya antara tersinggung dan bangga. Tersinggung kalau yang dia maksud saya gak doyan cewek, dan bangga kalau yang dia singgung adalah prinsip saya.
               Kesimpulannya, tujuan pacaran bukan mencari kesenangan seperti apa yang muda-mudi kita sekarang lakukan. Pacaran adalah masa penjajakan untuk ke jenjang pernikahan. Lalu bagaimana kalau pacar yang kita jajaki tidak cocok untuk dijadiin pasangan? Itu artinya Anda belum mengenal pacar Anda lebih dalam sebelum memutuskan pacaran. Jadi sebelum pacaran putuskanlah apakah ia layak jadi pasangan atau tidak. Jadi orientasinya gini, sebelum memutuskan seseorang jadi pacar, kamu juga harus dapat melihat ke depan apakah ia juga layak jadi istri/suami. Kalau gak yakin, ngapain pacaran? Jadinya kembali lagi ke pertanyaan tadi, apa kalian yakin pacar kalian sekarang yang akan jadi istri atau suami kalian nanti?

Monday, January 23

Kucing







               Kucing. Artian luasnya adalah binatang keluarga mamalia yang memiliki ciri-ciri berdarah panas, berkaki empat, berbulu rambut, memiliki ekor, bergigi taring, dan berkuku tajam, apakah ituuuu? Ya kucing. Orang sono nyebut macan, harimau, singa, dengan sebutan kucing. Bahkan ikan lele pun disebut ikan kucing. Kalo orang kita mah nyebut macan ya macan, lele ya lele, kucing ya kucing, kecuali ada tumbuhan obat namanya kumis kucing.
               Biar pun namanya kucing, tapi jarang ada kucing yang noleh jika dipanggil kucing. Sudah jadi kesepakatan masyarakat Indonesia memanggil kucing dengan sebutan pus. Orang luar pun nyebut kucing dengan pus atau pussy. Entah dari mana kakek nenek leluhur kita nyebut kucing dengan pus sama kayak orang Amerika. Apa kakek nenek leluhur kita dari Amerika, atau kebetulan mereka jago bahasa Inggris? #abaikan
               Saya juga punya kucing, cowok. Semua keluarga saya (kecuali Ibu saya) suka kucing. Dan pura-puranya ia diangkat menjadi bagian keluarga saya. Namanya? Entah kenapa sampai sekarang saya bingung siapa namanya. Dulu adik saya pernah ngasih nama Sonic (mungkin dia pikir Sonic itu kucing, padahal dia landak). Tapi nama Sonic gak dibolehin Bapak saya gara-gara Bapak saya punya nama mirip. Akhirnya sampai sekarang ia hanya dipanggil Pus/Pupus, Cing/Cicing, tapi saya biasa manggil dia Le (diambil dari kata Tole, sebutan untuk anak laki-laki Jawa). Entah siapa yang gila, Si Pupus-cicing-tole ini bisa diajak ngobrol meski jawabannya cuma ah-ih-uh-ngeong-ngeong saja.





               Kucing saya ini kalo saya bilang kurang cowok sebagai kucing jantan. Ia cantik, putih, bersih. Orang-orang yang liat pasti ngira ia dimandiin. Kucing saya anti air. Anti air bukan gak papa kalo kena air, tapi bisa ngamuk kalo kena. Seperti saya bilang, kucing saya ini cantik. Makanya saya sempat shock saat liat dia ditunggangin kucing jantan kampung sebelah. Eh kucing saya malah diem aja. Mungkin kucing itu ngira kucing saya cewek. Saya sempat termenung, dan bertanya dalam hati apa kucing saya homo? Tapi setelah itu kucing kampung itu gak nongol lagi. Hahahaha kena tipu dia. Syukurlah, artinya dia bukan pasangan homo kucing saya. Tak apalah ini pengalaman buat kucing saya.

Wednesday, January 4

Circumcision







             Circumsicion. Sunat. Atau bahasa universalnya khitan. Apa sih khitan itu? Jangan berlaga bego dengan pertanyaan itu. Semua orang juga tahu apa khitan itu. Yaitu salah satu yang diwajibkan dalam agama yang juga sangat direkomendasikan oleh dunia kesehatan medis. Jadi, apakah khitan itu? Menurut pengalaman saya, khitan adalah tindakan operasi kecil untuk membuang kelebihan daging di ujung titit, orang Jawa menyebutnya kulup. Makanya jangan heran kalau anak kecil cowok di Jawa dipanggil dengan Lup. Sama seperti kalau di Jakarta dipanggil Tong, pasti tahu dong dari kata apa.
             Oke, kembali ke niat saya semula menulis ini. Terinspirasi dari Bapak saya yang punya hajat mengkhitankan anak ketiganya (yang juga adik kedua saya). Sebenarnya kejadiannya sih udah lama pas tanggal 15-17 Desember kemarin. Tapi berhubung ada urgensi postingan ini, akhirnya baru sempat nulis sekarang deh.
             Ada yang unik jika kamu sunat (lagi) di kota saya. Salah satu dokter sunatnya juga merangkap sebagai Walikota Kota Pekalongan. Jadi bisa dibangga-banggain dong, kan tititnya pernah dipegang-pegang walikota. Dulu saya juga sunat di situ, tapi sayang doi belum jadi walikota.





             Nah, karena mantri sunat seorang walikota pasti sibuk dong mengurusi (bukan meng-kurus-i) rakyat. Niatnya adik saya bakal disunat tanggal 14, tapi tiba-tiba pihak klinik membatalkan sepihak dengan alasan Pak Dokter dinas keluar kota. Akhirnya disepakati eksekusi dilakukan esok paginya tanggal 15. Dan gobloknya adik saya, hari itu dia remidi di sekolahnya. Dimundurin lagi deh jadi tanggal 15 sore.
             Tanggal 15 Desember pukul 17.00 WIB rombongan berangkat ke klinik Pak Dokter. Saya berperan sebagai camera person mengajak kawan saya sebagai photografer, kita jadi semacam pasangan awak studio. Skip. Langsung ke prosesi khitan. Pertama, adik saya naik bed untuk disuntik bius, dilakukan oleh perawat pria. Selesai, keluar, menunggu. Skip. Antrian tiba, adik saya dibawa masuk ke ruang yang berbeda lagi. Naik ke bed dan ditangani oleh dua perawat pria dan wanita. Yang mereka lakukan adalah menelanjangi adik saya, menyiapkan alat operasi, dan tentunya berkutat dengan titit adik saya. Selesai tapi belum disunat, menunggu lagi.
             Nah yang ditunggu-tunggu datang. Pak Walikota, eh Pak Dokter datang. Menghunuskan senjata pada tangannya, yaitu berupa pisau kecil elektrik entah apa namanya. Tangan kanan pegang pisau, tangan kiri menarik ujung kulup. Iris-iris-iris, ngik-ngek-ngik-ngek, dan terpotonglah ujung titit itu. Enak banget ini dokter, kerjaannya cuma masuk, potong, keluar. Saya gak tahu daging kulup itu mau dibawa ke mana, mungkinkah diawetkan?
             Setelah itu prosesi jahit yang dilakukan oleh kedua perawat tadi. Kemudian setelah beberapa saat, tada, selesai. Meh, jelek banget titit adik saya. Tapi enaknya sunat jaman sekarang itu gak diperban, dan udah bisa langsung pakai sempak. Tapi gak sembarang sempak ding. Sempak khusus yang dimodifikasi, bagian depannya ada ruang biar titit gak nempel. Bagian depan itu kalau diamati persis seperti masker yang biasa dipakai pak polisi lalu lintas. Jangan dibandingin muka pak polisi sama titit lho ya. Ntar ditangkap lho kamu.
             Pulang. Kegiatan hari itu selesai, kecuali beberapa tradisi yang dilakukan saat rombongan khitan sampai di rumah. Yaitu rebutan uang koin yang dilempar Mbah Putri saya, lalu pembagian ketan buat orang-orang yang ada di situ. Besoknya tanggal 16 gak ada kegiatan sama sekali. Kecuali belanja-belanja buat kebutuhan ntar pas walimah dan resepsi.
             Skip ke tanggal 17 pagi. Pagi buta sudah harus bangun. Orang dapur ngurusin makanan katering, orang set tenda-sound system ngurusin mikropon, listrik, sama ngatur kursi. Dan saya, menonton orang dapur masak dan orang-orang ngatur kursi. Habis itu mandi, dandan yang rapi (tapi gak pakai makeup), dan siapin camcorder.
             Gak ada yang rame pada walimah. Yang di-shoot cuma orang-orang datang, duduk, ngamplopi yang dikhitan, dan pulang. Tapi ada ceramahnya juga lho. Dan harus direkam. Buset ini benar-benar home-made. Gak pakai tripod, tangan musti pegang camcorder dan di-shoot ke Pak Ustadnya. Ya ampun bisa varises nih lengan. Oke saya terlalu lebay sebagai seorang cowok.
             Skip ke acara resepsi siang harinya. Ini baru lumayan sibuk. Ada pertunjukannya juga. Apalagi kalau bukan organ tunggal, hiburan rakyat, plus dengan biduan bertopengnya. Bukan biduannya yang pakai topeng, tapi makeup-nya itu lho yang naudzubillah. Bedanya hiburan kali ini bukan dangdut, khusus untuk tembang-tembang kenangan. Dan saya harus repot ke sana kemari nge-shoot orang-orang datang, tamu yang dianggap penting, orang makan, orang ngobrol, sampai ke muka biduan-biduan bertopeng itu.
             Resepsi selesai, skip ke acara selanjutnya yaitu sulap dan badut untuk teman-teman adik saya. Sulap dan badut? Anak SD sekarang udah kenal internet, KASKUS, Point Blank, dan bokep, masih saja disuguhi sulap dan badut. Tapi mereka tetap antusias kok. Apalagi selain badut juga ada action figure Shaun the Sheep yang menurut saya kepalanya lebih mirip ikan mas koki.





             Fyuh selesai juga acara seharian ini. Oya, sebelum pada bubar sempet-sempetin dulu foto keluarga. Tugas akhirnya yaitu berkemas-kemas. Orang dapur mengemasi perkakas masak dan alat makan. Orang tenda bongkar tenda. Dan adik saya, menikmati amplopnya. Bapak ibu saya, sama saja, menghitung amplopnya berharap balik modal. Dan saya, menikmati makanan sisa pesta dan mengais tempat amplop berharap ada yang utuh dan tertinggal di sana.



*abaikan orang yang paling kanan




http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html